BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu bentuk fenomena , kebenaran ilmu pengetahuan tentu tidaklah bersifat mutlak. Ilmu pengetahuan bukanlah wahyu Tuhan yang kebenarannya tidak dapat ditawar-tawar lagi. Teori sastra adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang kebenarannya tidak bersifat mutlak itu. Oleh karena itu, selalu tersedia ruang kosong dari setiap teori sastra yang dapat diisi oleh siapa pun yang mempelajarinya. Ruang kosong itu terbuka bagi setiap orang untuk mengkritisi teori yang dipelajarinya.
Banyak aspek yang dapat dikritis dari sebuah teori sastra. Salah satu dari aspek tersebut adalah apa yang menjadi kelemahan dari teori sastra tersebut dalam tugasnya sebagai alat untuk menelaah karya sastra. Dalam hubungan dengan kajian atau analisis karya sastra, sebuah teori sastra adalah sebuah "pisau bedah" yang digunakan untuk "mengoperasi" karya sastra tersebut. Tidak setiap pisau bedah cocok untuk digunakan dalam setiap operasi pembedahan. Di samping tergantung dari anatomi tubuh manusia yang akan dioperasinya, juga tergantung dari jenis penyakitnya.
Demikian pula halnya dengan teori sastra. Tidak sembarang teori sastra dapat digunakan untuk menganalisis karya sastra. Lebih tepatnya, tidak sembarang teori sastra dapat digunakan untuk mencapai tujuan dari analisis yang dilakukan terhadap karya sastra tersebut. Pilihan teori sastra sebagai pisau bedah analisis tergantung dari tujuan yang hendak dicapai dari analisis karya sastra tersebut. Namun, sesuai dengan kedudukannya sebagai salah satu bentuk fenomena dalam definisi Imannuel Kant, teori sastra sebagai pisau bedah memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Kelemahan (atau kekurangan) dari masing-masing teori sastra dalam fungsinya sebagai alat analisis karya sastra itulah yang menjadi perhatian penulis untuk disajikan dalam kertas-tugas ini.
1.2 Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang penyusun angkat, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan teori sastra strukturalisme?
2. Bagaimana Keilmiahan dan kelemahan Teori sastra Strukturalisme.
3. Unsur instrisik dan ekstrisik dari karya sastra Cerpen Dua Hati Menyatu.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Sastra sekaligus sebagai pembelajaran yang nerupakan salah satu bahan presentase.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini diharapkan semua mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia mampu dalam menentukkan makna dari sebuah cerita fiksi dan mampu mengetahui teori apa sajakah yang ada didalam cerita tersebut.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan kerangka penulisan.
BAB II : Kajian Pustaka
BAB III : Pembahasan
BAB IV : Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Strukturalisme
Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parodi (Hartoko, 1986: 135-136).
Istilah kritik strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. Tetapi umumnya strukturalisme mengacu kepada sekelompok penulis di Paris yang menerapkan metode dan istilah-istilah analisis yang dikembangkan oleh Ferdinan de Saussure (Abrams, 1981: 188-190). Strukturalisme menentang teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah ( tiruan kenyataan), teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan menentang teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yangcukup panjang dan berkembang secara dinamis. Dalam perkembangan itu terdapat banyak konsep dan istilah yang berbeda-beda, bahkan saling bertentangan. Misalnya, strukturalisme di Perancis tidak memiliki kaitan erat dengan strukturalisme ajaran Boas, Sapir, dan Whorf di Amerika. Akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat dipersatukan dengan adanya pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Jadi walaupun terdapat banyak perbedaan antara pemikir-pemikir strukturalis, namun titik persamaannya adalah bahwa mereka semua memiliki kaitan tertentu dengan prinsip-prinsip dasar linguistik Saussure (Bertens, 1985: 379381).
-Ferdinand de Saussure meletakkan dasar bagi linguistik modernmelalui mazhab yang didirikannya, yaitu mazhab Jenewa. Menurut Saussure prinsip dasar linguistik adalah adanya perbedaan yang jelas antara signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie (yang ditandakan), antara parole (tuturan) dan langue (bahasa), dan antara sinkronis dan diakronis. Dengan klasifikasi yang tegas dan jelas ini ilmu bahasa dimungkinkan berkembang menjadi ilmu yang otonom, di mana fenomena bahasa dapat dijelaskan dan dianalisis tanpa mendasarkan diri atas apa pun yang letaknya di luar bahasa. Saussure membawa perputaran perspektif yang radikal dari pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Sistem dan metode linguistik mulai berkembang secara ilmiah dan menghasilkan teori-teori yang segera dapat diterima secara luas. Keberhasilan studi linguistik kemudian diikuti oleh berbagai cabang ilmu lain seperti antropologi, filsafat, psikoanalisis, puisi, dan analisis cerita.
Struktur bukanlah suatu yang statis, tetapi merupakan suatu yang dinamis karena didalamnya memiliki sifat transformasi. Karena itu, pengertian struktur tidak hanya terbatas pada struktur (structure), tetapi sekaligus mencakup pengertian proses menstruktur (structurant) (Peaget dalam Sangidu, 2004: 16). Dengan demikian, teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
2.2 Kelemahan Teori Struktural
Kelemahan terbesar dari strukturalisme adalah sifatnya yang sinkronistis. Sebuah karya sastra dianggap sebagai sebuah dunia tersendiri yang terlepas dari dunia lainnya. Padahal, sebuah karya sastra adalah cermin zamannya. Artinya, karya sastra yang dihasilkan seorang pengarang pada suatu kurun waktu tertentu merupakan gambaran dari kondisi kehidupan yang terdapat dalam kurun waktu tersebut. Di dalamnya terdapat gambaran tentang situasi sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan dari kurun waktu (zaman) tersebut. Strukturalisme mengabaikan semua itu. Strukturalisme hanya "bermain-main" dengan bangunan bentuk dari sebuah karya sastra semata-mata. Aspek-aspek kesejarahan dari sebuah karya sastra tidak dibenarkan untuk dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dapatlah dipahami jika teori strukturalisme diposisikan sebagai teori sastra yang a-historis. Seorang pengarang tidaklah menulis dalam sebuah ruang kosong. Ia menulis dalam sebuah ruang yang di dalamnya penuh dengan berbagai persoalan kehidupan. Persoalan-persoalan itu tentulah mempengaruhi alam pikiran pengarang ketika membuat karangannya. Kondisi itu diabaikan oleh teori strukturalisme.
2.3. Keilmiahan Teori Strukturalisme
Teori strukturalisme sastra, sesuai dengan penjelasan di atas, dapat dipandang sebagai teori yang ilmiah mengingat terpenuhinya tiga ciri ilmiah. Ketiga ciri itu adalah:
1. Sebagai aktivitas yang bersifat intelektual, teori strukturalisme sastra mengarah pada tujuan yang jelas yakni eksplikasi tekstual,
2. Sebagai metode ilmiah, teori ini memiliki cara kerja teknis dan rangkaian langkah-langkah yang tertib untuk mencapai simpulan yang valid, yakni melalui pengkajian ergosentrik,
3. Sebagai pengetahuan, teori strukturalisme sastra dapat dipelajari dan dipahami secara umum dan luas serta dapat dibuktikan kebenaran cara kerjanya secara cermat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Sinopsis cerita pendek “ Dua Hati Menyatu”
Hari Itu, Ita sangat semangat untuk mengikuti kegiatan perkuliahan. Namun ketika waktu menunjukkan lebih seperempat jam dari jadwal perkuliahan, teman-teman Ita belum terlihat juga. Ia baru tahu kalo hari itu ada cuti bersama melelui SMS sahabatnya Eci. Sampai akhirnya ia melihat seseorang memarkirkan mobil avanzanya. Tentu saja Ita tahu siapa yang memarkirkan mobil itu, jantung Ita berdegup tak menentu. Seseorang itu adalah salah satu dosen dikampus itu dan ia juga sangat akrab dengan sahabat Ita yaitu Eci. Dosen itu duduk mendekati Ita dan duduk bersebelahan dengannya, perbincangan pun begitu hangat. Sebenarnya Ita tidak enak dengan perbincangan ini karena takut ada fitnah diantara mereka. Saat Ita akan pulang, dosen itu mengajak Ita pulang bersama. Tapi Ita menolaknya secara halus dengan alasan akan kerumah Eci sahabatnya dulu. Anehnya saat mendengar Ita akan kerumah Eci, dosen itu hanya tersenyum. Ketika dosen itu memarkirkan mobilnya untuk meninggalkan kampus, barulah Ita menyesal karena telah menolak ajakan dosen yang menjadi idamannya. Dibalik kekagumannya, ia merasa tak pantas bersama dosen yang akan meraih gelar doktor itu, ia berfikir dikampusnya masih ada dosen muda tamatan S-2. Ia pun berencana kerumah Eci dan menceritakan semua terjadi pada hari itu. Ketika ia sampai dirumah Eci, Ita terkejut karena melihat dosen itu , dan Eci sahabatnya memegangnya dengan erat. Ita merasa bahwa Eci musuh dalam selimutnya. Dan ia pun hendak berlari. Namun seketika, Eci juga menahan Ita. Eci memperkenalkan dosen itu kepada Ita, dia pamanku, Namanya Dena. Ia amat mencintaimu. Mendengar sahabatnya berkata demikian, Ita bersorak. Ia amat bahagia. Dan saat itulah dua hati telah menyatu.
3.2. Unsur Intrinsik CerPen “Dua Hati Menyatu” dilihat dari tokoh
Dari cerita Pendek disana kita bisa menilai bahwa Itaadalah seorang wanita yang memiliki rasa suka kepada dosen yang akan bergelar Doktor bernama Dena. Bukan hanya Ita yang memiliki rasa itu tapi juga dosen tersebut. Ita memiliki karakter yang kuat, rajin, dan sederhana. Selain itu Ita memendam perasaan suka, mampu menyembunyikan perasaannya dan merasa rendah diri dihadapan dosen itu.
Karakterkuat, rajin dan sederhana Ita bisa dilihat dari kalimat “Mereka kesal karena aku selalu tak mau diajak kekelompoknya. Akhirnya aku di cap mereka sebagai mahasiswi yang sok rajin, sok suci, sok alim dan sok-sok lainnya yang tak nyaman di hati. Sebaliknya, aku tak mau mengikuti pola hidup mereka yang cenderung hura-hura”(Dua Hati Menyatu, halaman 23)
Perasaan suka Ita bisa dilihat dari sebuah kalimat “ perasaanku sungguh sangat berbeda. Jantungku rasanya berdegup begitu cepat. Aku jadi salah tingkah karenanya” ( Dua Hati Menyatu , halaman 22)
Dan perasaan ita yang menunjukkan rendah diri ada pada kalimat “Rasanya tak mungkin dosen yang kandidat Doktor itu sampai bersedia mengantar pulang seorang mahasiswi S-1 macam aku” (Dua Hati Menyatu, halaman 25)
Adapun Dena dosen yang akan bergelar Doktor itu memiliki rasa cinta yang sama seperti Ita. Ia sosok yang serius dan agamis Kata yang menunjukkan rasa cintanya pada Ita ada pada kalimat “ Andai tak keberatan boleh kuantar polang?” (Dua Hati Menyatu, halaman 25). Dan kalimat yang memperlihatkan agamis dan keseriusan Dena ada pada kalimat “Saat itu pula aku teringat bisikan Eci bahwa dirinya penuh dengan keseriusan dan agamis” (Dua Hati Menyatu, halaman 26).
Dan yang terakhir adalah Eci. Ia adalah sahabat Ita yang pandai merahasiakan sesuatu. Kalimat yang mendukung sifat Eci yang pandai merahasiakan sesuatu ada pada kalimat “Malah Eci seperti merahasiakan sesuatu kepadaku tentang seluk beluk hubungan mereka berdua” (Dua Hati Menyatu, halaman 25). Dan ada pada kalimat “ satu-satunya sahabatku yang pandai menyimpan rahasia di kampus mengenai hubungan kekeluargaan dengan pamannya” (Dua Hati Menyatu, halaman 31)
3.3. Unsur Ekstrinsik CerPen “Dua Hati Menyatu” dilihat dari unsur Moral
Kita bisa mengetahui jika cerita ini pada awalnya memiliki gengsi cinta Namun setelah cinta itu diketahui ada diantara kedua insan yang berbeda status ini, cinta merekapun bisa menyatu. Pesan moral yang ada pada cerita ini sebenarya tidak terlepas dari pesan moral yang ada pada diri Ita. Ita terlihat sangat menghormati dosennya walau ia menyukainya. Selain itu, ketika Ita duduk berdua dengan Pak Dena ia merasa takut akan ada fitnah diantara mereka. Itu menunjukkan bahwa Ita memiliki moral yang tinggi. Dan hal lain yang dapat kita lihat adalah ita tidak mau diantar pulang oleh pa Dena meskipun di akhirnya ia merasa menyesal. Seperti yang ada dalam teks “Andaikata ajakannya itu kuterima sekarang, betapa mudahnya diriku digaet orang. Setidaknya orang-orang pasti menggelariku mahasiswi murahan”(Dua Hati Menyatu, halaman 27)
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parodi (Hartoko, 1986: 135-136).
Istilah kritik strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. tetapi umumnya strukturalisme mengacu kepada sekelompok penulis di Paris yang menerapkan metode dan istilah-istilah analisis yang dikembangkan oleh Ferdinan de Saussure (Abrams, 1981: 188-190). Strukturalisme menentang teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah ( tiruan kenyataan), teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan menentang teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Namun, begitulah.kebenaran ilmu pengetahuan tentu tidaklah bersifat mutlak. Ilmu pengetahuan bukanlah wahyu Tuhan yang kebenarannya tidak dapat ditawar-tawar lagi. Teori sastra adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang kebenarannya tidak bersifat mutlak itu. Oleh karena itu, selalu tersedia ruang kosong dari setiap teori sastra yang dapat diisi oleh siapa pun yang mempelajarinya. Ruang kosong itu terbuka bagi setiap orang untuk mengkritisi teori yang dipelajarinya.
4.2. Saran
Teori sastra selalu berpengaruh akan isi sebuah sastra yang dinikmati. Hal itu memberikan wadah kepada pembaca bahwa setiap karya tulis bisa diprediksi akan isi dan maknanya tergantung akan teori dan pemahaman pembaca. Penyusun menyarankan agar setiap pembaca mampu untuk menilai sebuah karya sastra menurut teori sastra yang berkemabang saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
www.teori-sastratxt-notepad.pdf.com
http//Bianglalailmoe.blogspot.com
Adeani, S. Ikin. 2011. “Kumpulan Cerita Pendek Kamar dalam Kamar”. Bandung: BaticPress.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu bentuk fenomena , kebenaran ilmu pengetahuan tentu tidaklah bersifat mutlak. Ilmu pengetahuan bukanlah wahyu Tuhan yang kebenarannya tidak dapat ditawar-tawar lagi. Teori sastra adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang kebenarannya tidak bersifat mutlak itu. Oleh karena itu, selalu tersedia ruang kosong dari setiap teori sastra yang dapat diisi oleh siapa pun yang mempelajarinya. Ruang kosong itu terbuka bagi setiap orang untuk mengkritisi teori yang dipelajarinya.
Banyak aspek yang dapat dikritis dari sebuah teori sastra. Salah satu dari aspek tersebut adalah apa yang menjadi kelemahan dari teori sastra tersebut dalam tugasnya sebagai alat untuk menelaah karya sastra. Dalam hubungan dengan kajian atau analisis karya sastra, sebuah teori sastra adalah sebuah "pisau bedah" yang digunakan untuk "mengoperasi" karya sastra tersebut. Tidak setiap pisau bedah cocok untuk digunakan dalam setiap operasi pembedahan. Di samping tergantung dari anatomi tubuh manusia yang akan dioperasinya, juga tergantung dari jenis penyakitnya.
Demikian pula halnya dengan teori sastra. Tidak sembarang teori sastra dapat digunakan untuk menganalisis karya sastra. Lebih tepatnya, tidak sembarang teori sastra dapat digunakan untuk mencapai tujuan dari analisis yang dilakukan terhadap karya sastra tersebut. Pilihan teori sastra sebagai pisau bedah analisis tergantung dari tujuan yang hendak dicapai dari analisis karya sastra tersebut. Namun, sesuai dengan kedudukannya sebagai salah satu bentuk fenomena dalam definisi Imannuel Kant, teori sastra sebagai pisau bedah memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Kelemahan (atau kekurangan) dari masing-masing teori sastra dalam fungsinya sebagai alat analisis karya sastra itulah yang menjadi perhatian penulis untuk disajikan dalam kertas-tugas ini.
1.2 Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang penyusun angkat, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan teori sastra strukturalisme?
2. Bagaimana Keilmiahan dan kelemahan Teori sastra Strukturalisme.
3. Unsur instrisik dan ekstrisik dari karya sastra Cerpen Dua Hati Menyatu.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Sastra sekaligus sebagai pembelajaran yang nerupakan salah satu bahan presentase.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini diharapkan semua mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia mampu dalam menentukkan makna dari sebuah cerita fiksi dan mampu mengetahui teori apa sajakah yang ada didalam cerita tersebut.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan kerangka penulisan.
BAB II : Kajian Pustaka
BAB III : Pembahasan
BAB IV : Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Strukturalisme
Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parodi (Hartoko, 1986: 135-136).
Istilah kritik strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. Tetapi umumnya strukturalisme mengacu kepada sekelompok penulis di Paris yang menerapkan metode dan istilah-istilah analisis yang dikembangkan oleh Ferdinan de Saussure (Abrams, 1981: 188-190). Strukturalisme menentang teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah ( tiruan kenyataan), teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan menentang teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yangcukup panjang dan berkembang secara dinamis. Dalam perkembangan itu terdapat banyak konsep dan istilah yang berbeda-beda, bahkan saling bertentangan. Misalnya, strukturalisme di Perancis tidak memiliki kaitan erat dengan strukturalisme ajaran Boas, Sapir, dan Whorf di Amerika. Akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat dipersatukan dengan adanya pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Jadi walaupun terdapat banyak perbedaan antara pemikir-pemikir strukturalis, namun titik persamaannya adalah bahwa mereka semua memiliki kaitan tertentu dengan prinsip-prinsip dasar linguistik Saussure (Bertens, 1985: 379381).
-Ferdinand de Saussure meletakkan dasar bagi linguistik modernmelalui mazhab yang didirikannya, yaitu mazhab Jenewa. Menurut Saussure prinsip dasar linguistik adalah adanya perbedaan yang jelas antara signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie (yang ditandakan), antara parole (tuturan) dan langue (bahasa), dan antara sinkronis dan diakronis. Dengan klasifikasi yang tegas dan jelas ini ilmu bahasa dimungkinkan berkembang menjadi ilmu yang otonom, di mana fenomena bahasa dapat dijelaskan dan dianalisis tanpa mendasarkan diri atas apa pun yang letaknya di luar bahasa. Saussure membawa perputaran perspektif yang radikal dari pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Sistem dan metode linguistik mulai berkembang secara ilmiah dan menghasilkan teori-teori yang segera dapat diterima secara luas. Keberhasilan studi linguistik kemudian diikuti oleh berbagai cabang ilmu lain seperti antropologi, filsafat, psikoanalisis, puisi, dan analisis cerita.
Struktur bukanlah suatu yang statis, tetapi merupakan suatu yang dinamis karena didalamnya memiliki sifat transformasi. Karena itu, pengertian struktur tidak hanya terbatas pada struktur (structure), tetapi sekaligus mencakup pengertian proses menstruktur (structurant) (Peaget dalam Sangidu, 2004: 16). Dengan demikian, teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
2.2 Kelemahan Teori Struktural
Kelemahan terbesar dari strukturalisme adalah sifatnya yang sinkronistis. Sebuah karya sastra dianggap sebagai sebuah dunia tersendiri yang terlepas dari dunia lainnya. Padahal, sebuah karya sastra adalah cermin zamannya. Artinya, karya sastra yang dihasilkan seorang pengarang pada suatu kurun waktu tertentu merupakan gambaran dari kondisi kehidupan yang terdapat dalam kurun waktu tersebut. Di dalamnya terdapat gambaran tentang situasi sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan dari kurun waktu (zaman) tersebut. Strukturalisme mengabaikan semua itu. Strukturalisme hanya "bermain-main" dengan bangunan bentuk dari sebuah karya sastra semata-mata. Aspek-aspek kesejarahan dari sebuah karya sastra tidak dibenarkan untuk dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dapatlah dipahami jika teori strukturalisme diposisikan sebagai teori sastra yang a-historis. Seorang pengarang tidaklah menulis dalam sebuah ruang kosong. Ia menulis dalam sebuah ruang yang di dalamnya penuh dengan berbagai persoalan kehidupan. Persoalan-persoalan itu tentulah mempengaruhi alam pikiran pengarang ketika membuat karangannya. Kondisi itu diabaikan oleh teori strukturalisme.
2.3. Keilmiahan Teori Strukturalisme
Teori strukturalisme sastra, sesuai dengan penjelasan di atas, dapat dipandang sebagai teori yang ilmiah mengingat terpenuhinya tiga ciri ilmiah. Ketiga ciri itu adalah:
1. Sebagai aktivitas yang bersifat intelektual, teori strukturalisme sastra mengarah pada tujuan yang jelas yakni eksplikasi tekstual,
2. Sebagai metode ilmiah, teori ini memiliki cara kerja teknis dan rangkaian langkah-langkah yang tertib untuk mencapai simpulan yang valid, yakni melalui pengkajian ergosentrik,
3. Sebagai pengetahuan, teori strukturalisme sastra dapat dipelajari dan dipahami secara umum dan luas serta dapat dibuktikan kebenaran cara kerjanya secara cermat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Sinopsis cerita pendek “ Dua Hati Menyatu”
Hari Itu, Ita sangat semangat untuk mengikuti kegiatan perkuliahan. Namun ketika waktu menunjukkan lebih seperempat jam dari jadwal perkuliahan, teman-teman Ita belum terlihat juga. Ia baru tahu kalo hari itu ada cuti bersama melelui SMS sahabatnya Eci. Sampai akhirnya ia melihat seseorang memarkirkan mobil avanzanya. Tentu saja Ita tahu siapa yang memarkirkan mobil itu, jantung Ita berdegup tak menentu. Seseorang itu adalah salah satu dosen dikampus itu dan ia juga sangat akrab dengan sahabat Ita yaitu Eci. Dosen itu duduk mendekati Ita dan duduk bersebelahan dengannya, perbincangan pun begitu hangat. Sebenarnya Ita tidak enak dengan perbincangan ini karena takut ada fitnah diantara mereka. Saat Ita akan pulang, dosen itu mengajak Ita pulang bersama. Tapi Ita menolaknya secara halus dengan alasan akan kerumah Eci sahabatnya dulu. Anehnya saat mendengar Ita akan kerumah Eci, dosen itu hanya tersenyum. Ketika dosen itu memarkirkan mobilnya untuk meninggalkan kampus, barulah Ita menyesal karena telah menolak ajakan dosen yang menjadi idamannya. Dibalik kekagumannya, ia merasa tak pantas bersama dosen yang akan meraih gelar doktor itu, ia berfikir dikampusnya masih ada dosen muda tamatan S-2. Ia pun berencana kerumah Eci dan menceritakan semua terjadi pada hari itu. Ketika ia sampai dirumah Eci, Ita terkejut karena melihat dosen itu , dan Eci sahabatnya memegangnya dengan erat. Ita merasa bahwa Eci musuh dalam selimutnya. Dan ia pun hendak berlari. Namun seketika, Eci juga menahan Ita. Eci memperkenalkan dosen itu kepada Ita, dia pamanku, Namanya Dena. Ia amat mencintaimu. Mendengar sahabatnya berkata demikian, Ita bersorak. Ia amat bahagia. Dan saat itulah dua hati telah menyatu.
3.2. Unsur Intrinsik CerPen “Dua Hati Menyatu” dilihat dari tokoh
Dari cerita Pendek disana kita bisa menilai bahwa Itaadalah seorang wanita yang memiliki rasa suka kepada dosen yang akan bergelar Doktor bernama Dena. Bukan hanya Ita yang memiliki rasa itu tapi juga dosen tersebut. Ita memiliki karakter yang kuat, rajin, dan sederhana. Selain itu Ita memendam perasaan suka, mampu menyembunyikan perasaannya dan merasa rendah diri dihadapan dosen itu.
Karakterkuat, rajin dan sederhana Ita bisa dilihat dari kalimat “Mereka kesal karena aku selalu tak mau diajak kekelompoknya. Akhirnya aku di cap mereka sebagai mahasiswi yang sok rajin, sok suci, sok alim dan sok-sok lainnya yang tak nyaman di hati. Sebaliknya, aku tak mau mengikuti pola hidup mereka yang cenderung hura-hura”(Dua Hati Menyatu, halaman 23)
Perasaan suka Ita bisa dilihat dari sebuah kalimat “ perasaanku sungguh sangat berbeda. Jantungku rasanya berdegup begitu cepat. Aku jadi salah tingkah karenanya” ( Dua Hati Menyatu , halaman 22)
Dan perasaan ita yang menunjukkan rendah diri ada pada kalimat “Rasanya tak mungkin dosen yang kandidat Doktor itu sampai bersedia mengantar pulang seorang mahasiswi S-1 macam aku” (Dua Hati Menyatu, halaman 25)
Adapun Dena dosen yang akan bergelar Doktor itu memiliki rasa cinta yang sama seperti Ita. Ia sosok yang serius dan agamis Kata yang menunjukkan rasa cintanya pada Ita ada pada kalimat “ Andai tak keberatan boleh kuantar polang?” (Dua Hati Menyatu, halaman 25). Dan kalimat yang memperlihatkan agamis dan keseriusan Dena ada pada kalimat “Saat itu pula aku teringat bisikan Eci bahwa dirinya penuh dengan keseriusan dan agamis” (Dua Hati Menyatu, halaman 26).
Dan yang terakhir adalah Eci. Ia adalah sahabat Ita yang pandai merahasiakan sesuatu. Kalimat yang mendukung sifat Eci yang pandai merahasiakan sesuatu ada pada kalimat “Malah Eci seperti merahasiakan sesuatu kepadaku tentang seluk beluk hubungan mereka berdua” (Dua Hati Menyatu, halaman 25). Dan ada pada kalimat “ satu-satunya sahabatku yang pandai menyimpan rahasia di kampus mengenai hubungan kekeluargaan dengan pamannya” (Dua Hati Menyatu, halaman 31)
3.3. Unsur Ekstrinsik CerPen “Dua Hati Menyatu” dilihat dari unsur Moral
Kita bisa mengetahui jika cerita ini pada awalnya memiliki gengsi cinta Namun setelah cinta itu diketahui ada diantara kedua insan yang berbeda status ini, cinta merekapun bisa menyatu. Pesan moral yang ada pada cerita ini sebenarya tidak terlepas dari pesan moral yang ada pada diri Ita. Ita terlihat sangat menghormati dosennya walau ia menyukainya. Selain itu, ketika Ita duduk berdua dengan Pak Dena ia merasa takut akan ada fitnah diantara mereka. Itu menunjukkan bahwa Ita memiliki moral yang tinggi. Dan hal lain yang dapat kita lihat adalah ita tidak mau diantar pulang oleh pa Dena meskipun di akhirnya ia merasa menyesal. Seperti yang ada dalam teks “Andaikata ajakannya itu kuterima sekarang, betapa mudahnya diriku digaet orang. Setidaknya orang-orang pasti menggelariku mahasiswi murahan”(Dua Hati Menyatu, halaman 27)
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parodi (Hartoko, 1986: 135-136).
Istilah kritik strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. tetapi umumnya strukturalisme mengacu kepada sekelompok penulis di Paris yang menerapkan metode dan istilah-istilah analisis yang dikembangkan oleh Ferdinan de Saussure (Abrams, 1981: 188-190). Strukturalisme menentang teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah ( tiruan kenyataan), teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan menentang teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Namun, begitulah.kebenaran ilmu pengetahuan tentu tidaklah bersifat mutlak. Ilmu pengetahuan bukanlah wahyu Tuhan yang kebenarannya tidak dapat ditawar-tawar lagi. Teori sastra adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang kebenarannya tidak bersifat mutlak itu. Oleh karena itu, selalu tersedia ruang kosong dari setiap teori sastra yang dapat diisi oleh siapa pun yang mempelajarinya. Ruang kosong itu terbuka bagi setiap orang untuk mengkritisi teori yang dipelajarinya.
4.2. Saran
Teori sastra selalu berpengaruh akan isi sebuah sastra yang dinikmati. Hal itu memberikan wadah kepada pembaca bahwa setiap karya tulis bisa diprediksi akan isi dan maknanya tergantung akan teori dan pemahaman pembaca. Penyusun menyarankan agar setiap pembaca mampu untuk menilai sebuah karya sastra menurut teori sastra yang berkemabang saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
www.teori-sastratxt-notepad.pdf.com
http//Bianglalailmoe.blogspot.com
Adeani, S. Ikin. 2011. “Kumpulan Cerita Pendek Kamar dalam Kamar”. Bandung: BaticPress.